Thursday, May 8, 2014

PENGERTIAN TENTANG WALI ALLAH SWT


Wali berasal dari akar kata waliya-yawla, yang berarti “ dekat dengan sesuatu”. Al-Waliyyu adalah orang yang memiliki kedekatan dengan Allah atau orang yang disayang Allah.
Demikian pula kata waliy, memiliki dua pengertian. Bisa berarti “ orang yang mencintai Allah” atau bahkan ‘ orang yang mencintai dan dicintai Allah sekaligus”.


Menurut Imam Al-Qusyairi waliy, memiliki 2 pengertian :

- Pertama
Orang yang sekuat tenaga berusaha menjaga hatinya agar tetap hanya bergantung kepada Allah dan terus menerus melakukan ketaatan tanpa diselingi kedurhakaan. Disebut juga waliy salik.

- Kedua
Orang yang hatinya secara penuh dan terus menerus dalam penjagaan dan pemeliharaan Allah.Sering juga disebut waliy majdzub.

Dalam kitab Al-Futuhat Al Makkiyyah Ibnu araby menelusuri kriteria orang yang dicintai Allah dalam Al Qur’an dan menemukan kriteria :

- Pertama
Orang yang hanya menjadikan Allah sebagai pelindung

- Kedua
Orang yang mencintai Allah dan berusaha meniru sifat-sifatnya, misal menjadi lebih sabar, lebih penyayang, pemaaf dsb.

- Ketiga
Orang yang senantiasa kembali kepada Allah, bertaubat. Dalam pengertian setiap kali terpeleset dalam maksiat, dengan segera ia bertaubat.

- Keempat
Orang yang selalu menyucikan diri lahir dan batin.

- Kelima
Orang yang selalu bersyukur atas nikmat dan kehendak Allah.
Bagi para wali musibah dan karunia adalah sama-sama nikmat, karena keduanya datang dan berasal dari Allah.

- Keenam
Orang yang selalu berbuat baik dan memperbaiki, yang disebut Muhsin.

- Ketujuh
Orang yang selalu menghadirkan Allah dalam hatinya, pada setiap detak jantung dan hembusan nafasnya.
Para wali Allah adalah Ahlullah atau “ keluarga Allah”.Yakni hamba-hamba yang mendapatkan bimbingan dan penjagaan Allah, sekaligus tugas tertentu dari Allah.

Mengenai kedekatan dan hubungan khusus para wali dengan Allah, rasullulah SAW bersabda :” Sesungguhnya dari kalangan para hamba Allah ada segolongan orangyang bukan nabi dan bukan pula syuhada, namun para nabi dan para Syuhada berebut dengan mereka dalam kedudukan terhadap Allah”.

Wahai Rasullulah, ceritakan kepada kami siapa mereka itu dan apa amal perbuatan mereka. Sebab kami senang kepada mereka karena kedudukan mereka itu, kata para sahabat.

Sabda nabi : “Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah, tidak atas dasar pertalian keluarga dan tidak pula karena harta. Demi Allah wajah mereka bercahaya terang. Mereka tidak merasa takut ketika semua orang takut, tidak merasa khawatir ketika semua orang merasa khawatir”.

Lalu beliau membaca Surat Yunus ayat 62 :” Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tiada merasa takut pada mereka dan tidak pula merasa khawatir”.

MENEMBUS DIMENSI KEWALIAN DENGAN BERTAWASSUL Kisah perjalanan para waliyulloh di era pertengahan maupun di zaman sekarang tak pernah sepi dari cerita yang sangat menakjubkan.

Walau berabad abad yang silam mereka telah meninggalkan, pulang ke rahmatulloh, namun nama dan lakon hidup mereka masih tetap abadi dan terus di kenang sepanjang masa.

Tidak hanya itu, tempat dan atap di mana sosok seorang waliyulloh di kebumikan, niscaya tempat itu menjadi naungan para umat manusia dalam mencari berkah atau hanya berziarah.

Kisah hidup mereka dari berbagai ulasan ahli sejarah maupun dongeng para orang tua, menjadi suatu kajian berbagi kalangan dan pihak, khususnya umat Islam untuk terus mengembangkan berbagai ilmu dan pemahaman serta segala bentuk tingkah laku dan sifatnya untuk selalu ditiru. Sehingga dari keluasan ilmu yang pernah diajarkan oleh para waliyulloh masa lalu masih terus bermanfaat untuk kita di zaman sekarang.

Bercerita tentang sosok waliyulloh tentu kita banyak berkhayal karena terobsesi akan kelebihannya, baik dari segi karomah yang dimilikinya maupun dari kebersihan hati serta peran hidup sebagai derajat teragung di hadapan Alloh SWT.

Dalam konsep batin kita sebagai manusia di era modernisasi seperti sekarang ini, ingin sekali bertemu atau setidaknya bisa sedikit diberi perlindungan baik tentang keluasan ilmu maupun yang lainnya.

Namun sayangnya zaman kewalian sudah tidak bisa kita temui lagi, sehingga untuk mencari guru / mursyid yang bisa menuntun kita menuju puncak ma’rifatillah teramat sulit dan langka.

Lantas, masih adakah sosok waliyulloh di zaman ma’asi seperti sekarang ini? Mungkin jawabannya (masih ada) sebab setiap perputaran zaman ke zaman, titisan dari sifat Rosululloh SAW. Di muka bumi ini harus ada yang memegang, yaitu disebut dengan nama, “Quthbul Muthlak”

Tapi di manakah keberadaan mereka sebagai waliyulloh kamil bisa kita temui?… disinilah para umat manusia mulai kehilangan kontak.

Sebab bagaimanapun juga antara zaman kewalian dengan sekarang ini jauh sekali perbedaannya.

Di zaman wali, sosok waliyulloh dapat kita jumpai di berbagai daerah, karena derajat wali pada masa itu sangat ditampakkan oleh Alloh SWT. Sebagai Himmatul Ummat sosok manusia yang mempunyai kharisma dan karomah tinggi di hadapan ummatnya.

Sedangkan di zaman sekarang para waliyulloh, banyak menutup diri dari pandangan sifat manusia karena alasan fitnah.

Mengapa disebut fitnah? Mengulas realita zaman ke zaman, kehidupan manusia selalu berubah-ubah. Nah, seperti zaman sekarang ini misalnya, sifat manusia lebih terarah kepada sifat duniawiyah dan terbelakang dalam hal ilmu agama.

Segala argumen dan hujjah banyak memakai logika dan pikiran belaka, bukan dari hukum atau pemahaman ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, atau keluasan kitab para Ahlillah.

Sehingga dalam kenyataannya, umat manusia lebih banyak tertutup hati karena kebodohan akan ilmunya dan akhirnya Alloh SWT. Menjauhkan mereka dari orang-orang yang menjadi kekasih-Nya.

Lewat nukilan kitab para ulama khosois, seperti “IHYA ULUMUDDIN, TAFSIR QUR’AN AL-MUNIR, dan syarakh BUCHORI” banyak menerangkan: “mencari guru mursyid yang bisa menjalurkan suatu keselamatan dunia akherat di zaman sekarang, bagai KAL IBRITIL AHMAR / mencari microorganisme dalam tubuh kita sendiri”.

Karena saking sulitnya, sehingga 97% ummat manusia banyak yang mati dalam keadaan tersiksa, karena tidak membawa amal kebajikan yang memadai.

Memang sungguh sangat mengerikan para ummat manusia di zaman yang sudah terbilang akhir ini. Kita semua harus bekerja keras untuk mencapai tujuan mulia dihadapan Sang Kholik di akhir zaman nanti.

Sebagai ummat manusia yang penuh ke-dho’if-an, ingin mengajak bersama-sama dalam meraih derajat mulia di sisi-Nya kelak, lewat jalan bertawassul.

Namun sebelum pembedaran tawassul ini dikupas secara detil, alangkah baiknya bila kita mulai membersihkan hati dari sifat yang kurang diridhoi-Nya, mulai dari sekarang.

Sebab, bagaimanapun semangatnya hidup kita dalam pembuktian suatu wujud ilmu, apabila hati kita belum bersih dari sifat riya, ujub, takabur, dan dipaksakan dalam melakukan setiap meritualkan amalan / wiridan, karena suatu alasan, ada tujuan tertentu, dan bila tujuan kita sudah terkabul, suatu amalan / wiridan ditinggalkannya lagi, maka apapun semangat hidup kita dalam hal keikhlasan hati belum terbilang bersih.

1 comment: