Allah swt berfirman, "(Yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram." (QS. Ar-Ra’d: 28).
Syekh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah telah menyebutkan manfaat-manfaat dzikir
dalam kitabnya, Al-Wabil ash-Shayyib. Di antara faidah-faidah dzikir
yang begitu agung, menurut Ibnul Qayyim, adalah dzikir dapat
mendatangkan kebahagiaan, kegembiraan, dan kelapangan bagi orang yang
melakukannya, serta dapat melahirkan ketenangan dan ketenteraman di
dalam hati orang yang melakukannya. Sebagaimana firman Allah di atas.
Makna firman Allah "dan hati mereka tenteram" adalah hilangnya segala
sesuatu (yang berkaitan dengan) kegelisahan dan kegundahan dari dalam
hati. Dan dzikir tersebut akan menggantikannya dengan rasa keharmonisan
(ketentraman), kebahagiaan, dan kelapangan.
Dan maksud firman-Nya "hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram" adalah sudah nyata, dan sudah sepantasnya hati (manusia) tidak
akan pernah merasakan ketentraman, kecuali dengan dzikir (mengingat)
Allah SWT.
Bahkan, sesungguhnya dzikir adalah penghidup hati yang hakiki. Dzikir
merupakan makanan pokok bagi hati dan ruh. Apabila (jiwa) seseorang
kehilangan dzikir ini, maka ia hanya bagaikan seonggok jasad yang
jiwanya telah kehilangan makanan pokoknya. Sehingga tidak ada kehidupan
yang hakiki bagi sebuah hati, melainkan dengan dzikrullah (mengingat
Allah).
Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, "Dzikir bagi
hati, bagaikan air bagi seekor ikan. Maka, bagaimanakah keadaan seekor
ikan jika ia berpisah dengan air?”
Dari penjelasan yang begitu gamblang di atas, jelaslah sesungguhnya
tidak ada penawar bagi orang yang hatinya gersang dan selalu gelisah,
resah, dan gundah, melainkan hanya dengan dzikrullah.
Dzikrullah dapat dilakukan dengan dua cara, dengan mengingat Allah dan
banyak berdzikir dengan bertasbih, bertahmid, bertahlil (mengucapkan Laa
ilaha illallaah), ataupun bertakbir. Dan dengan memahami makna-makna
Alquran dan hukum-hukumnya. Karena di dalam Alquran terdapat dalil-dalil
dan petunjuk-petunjuk yang jelas, serta bukti kebenaran yang nyata.
Namun, yang amat disayangkan, masih banyak kaum Muslimin yang belum
memahami hal ini. Bahkan, untuk mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman
hidup dan ketenangan jiwa, justru mencari-cari solusi selainnya. Padahal
kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa yang hakiki
tidaklah mungkin dihasilkan melainkan hanya dengan dzikrullah.
Menurut Syekh Ibnul Qayyim, sesungguhnya, hati tidak akan (merasakan)
ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian, melainkan jika pemiliknya
berhubungan dengan Allah SWT (dengan melakukan ketaatan kepada-Nya).
"Barangsiapa yang tujuan utama (dalam hidupnya), kecintaannya, rasa
takutnya, dan ketergantungannya hanya kepada Allah, maka ia telah
mendapatkan kenikmatan dari-Nya, kelezatan dari-Nya, kemuliaan dari-Nya,
dan kebahagiaan dari-Nya untuk selama-lamanya," jelas Ibnul Qayyim.
Penjelasan ini juga menujukkan pemahaman, bahwa jika seseorang
meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT, atau bahkan bermaksiat
kepada-Nya, maka hatinya akan sempit, gersang, selalu gelisah, resah,
dan gundah. Adapun kemaksiatan yang terbesar adalah syirik, dan Allah
tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik sampai ia bertaubat
sebelum ia mati.
Adapun kadar kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa
seseorang, itu sangat bergantung kepada sejauh mana kedekatannya kepada
Allah. Ibnul Qayyim kembali mengatakan, kelezatan (yang dirasakan oleh
hati) setiap orang, bergantung pada sejauh mana keinginannya dalam
mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan (keinginannya dalam meraih)
kemuliaan dirinya.
"Orang yang paling mulia jiwanya, yang paling tinggi derajatnya dalam
merasakan kelezatan (dalam hatinya), adalah (orang yang paling) mengenal
Allah, yang paling mencintai Allah, yang paling rindu dengan perjumpaan
dengan-Nya, dan yang paling (kuat) mendekatkan dirinya kepada-Nya
dengan segala hal yang dicintai dan diridhai oleh-Nya," papar Ibnul
Qayyim.
Itulah dzikrullah dan tha’atullah (taat kepada Allah), sebagai kunci
utama untuk membuka hati seseorang dalam merealisasikan kepuasan hati,
ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya.
Sedangkan tingkatan tha’atullah yang paling tinggi dan agung adalah
tauhidullah(mentauhidkan Allah). Dan (sebaliknya), tingkatan maksiat
yang paling besar dosanya dan paling buruk akibatnya, adalah asy-syirku
billah (menyekutukan Allah SWT).
Dengan kata lain, orang yang paling berbahagia, tenteram, dan tenang
jiwanya adalah seorang Muslim yang bertauhid dan merealisasikan
tauhidnya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan orang yang paling
sengsara hidupnya di dunia ini, dan tidak merasakan kebahagiaan,
ketenangan, dan ketenteraman jiwa yang hakiki dan abadi, adalah orang
yang musyrik dan bermaksiat kepada Allah SWT.
No comments:
Post a Comment